Keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh ada tidaknya meterai. Meterai hanya dipergunakan sebagai bukti bahwa Anda telah membayar pajak. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (“UU Bea Meterai”):
“Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini”
Namun demikian, pematereian surat perjanjian adalah penting agar surat perjanjian tersebut dapat digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata (lihat pasal 2 ayat [1] huruf a UU Bea Meterai).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketiadaan meterai dalam suatu surat perjanjian (dalam hal ini Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian PKWT) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan, perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan oleh pasal 1320 KUHPerdata.
Syarat sahnya perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata adalah:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal
Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.
Mengenai perjanjian yang dibuat di atas kertas tanpa kop/kepala surat, hal yang demikian tidak memiliki akibat hukum apapun terhadap perjanjian tersebut. Jadi, perjanjian yang dibuat di atas kertas yang tidak berkop tetap sah di mata hukum.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
Sumber Hukum online.com
Keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh ada tidaknya meterai. Meterai hanya dipergunakan sebagai bukti bahwa Anda telah membayar pajak. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (“UU Bea Meterai”):
“Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini”
Namun demikian, pematereian surat perjanjian adalah penting agar surat perjanjian tersebut dapat digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata (lihat pasal 2 ayat [1] huruf a UU Bea Meterai).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketiadaan meterai dalam suatu surat perjanjian (dalam hal ini Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/PKWT) tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian PKWT) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan, perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya materai, tetapi ditentukan oleh pasal 1320 KUHPerdata.
Syarat sahnya perjanjian berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata adalah:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal
Bila suatu surat yang dari semula tidak diberi meterei dan akan dipergunakan sebagai alat bukti di pengadilan maka permeteraian dapat dilakukan belakangan.
Mengenai perjanjian yang dibuat di atas kertas tanpa kop/kepala surat, hal yang demikian tidak memiliki akibat hukum apapun terhadap perjanjian tersebut. Jadi, perjanjian yang dibuat di atas kertas yang tidak berkop tetap sah di mata hukum.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
Sumber Hukum online.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar